Senin, 02 April 2012

MASALAH KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebelum membahas mengenai kemiskinan dan kesenjangan pendapatan kita membahas apa penyebab dan latar belakang terjadinya kemiskinan. Karena kemiskinan menjadi satu masalah yang besar dari dulu hingga sekarang apalagi sejak terhempas dengan pukulan krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak tahun 1997. Kemiskinan seringkali dianggap sebagai gejala rendahnya tingkat kesejahteraan semata padahal dasarnya kemiskinan merupakan gejala yang bersifat komplek dan menyeluruh. Beban kemiskinan yang paling besar terletak pada kelompok-kelompok tertentu. Kaum perempuan pada umumnya merupakan pihak yang paling dirugikan. Karena kita wanita sering menanggung beban hidup yang lebih berat daripada kaum pria. Berbagai upaya dan kebijakan pembangunan telah dilakukan pemerintah selama ini terutama untuk memberikan peluang pada masyarakat miskin untuk meningkatkan kesejateraan. Salah satu bentuk upaya tersebut melalui pendekatan pemberdayaan keluarga yang mengacu pada UU No.10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahteraan yang pelaksanaannya diatur dalam inpres nomor 3 tahun 1996 tentang pembangunan keluarga sejahtera dalam rangka peningkatan penanggulangan kemiskinan. B. PERMASALAHAN POKOK Makalah ini akan membahas tentang masalah-masalah : 1. Kemiskinan Di Indonesia 2. dampak dari kemiskinan 3. upaya pngentasan kemiskinan Masalah-masalah ini diangkat dengan asumsi bahwa nyatanya di jaman globalisasi seperti sekarang ini, kemiskinan di Indonesia masih saja merajalela dan seperti tak kunjung usai. masalah ini menimbulkan masalah-masalah baru seperti pengangguran,dan kekerasan yang belakangan ini sering terjadi di Indonesia dan akhirnya pembangunan ekonomi Indonesia tidak berjalan lancar. Sebelum membahas mengenai kemiskinan dan kesenjangan pendapatan kita membahas apa penyebab dan latar belakang terjadinya kemiskinan. Karena kemiskinan menjadi satu masalah yang besar dari dulu hingga sekarang apalagi sejak terhempas dengan pukulan krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak tahun 1997. Kemiskinan seringkali dianggap sebagai gejala rendahnya tingkat kesejahteraan semata padahal dasarnya kemiskinan merupakan gejala yang bersifat komplek dan menyeluruh. Beban kemiskinan yang paling besar terletak pada kelompok-kelompok tertentu. Kaum perempuan pada umumnya merupakan pihak yang paling dirugikan. Karena kita wanita sering menanggung beban hidup yang lebih berat daripada kaum pria. Berbagai upaya dan kebijakan pembangunan telah dilakukan pemerintah selama ini terutama untuk memberikan peluang pada masyarakat miskin untuk meningkatkan kesejateraan. Salah satu bentuk upaya tersebut melalui pendekatan pemberdayaan keluarga yang mengacu pada UU No.10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahteraan yang pelaksanaannya diatur dalam inpres nomor 3 tahun 1996 tentang pembangunan keluarga sejahtera dalam rangka peningkatan penanggulangan kemiskinan. C. LANDASAN TEORI Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masakini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern. Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropah. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Program pemberdayaan masyarakat miskin harus dirancang berdasarkan analisa yang mendalam tentang kemiskinan dan faktor sosial ekonomi lainnya. Dalam konteks Indonesia dan negara berkembang lainnya, masyarakat menjadi miskin bukan karena malas, melainkan karena produktifitasnya rendah. Produktivitas yang rendah itu diakibatkan oleh kurangnya akses dalam bidang ekonomi ( modal ), kesehatan dan pendidikan.Tertutupnya akses masyarakat miskin dalam berbagai bidang terutama ekonomi, kesehatan dan pendidikan menyebabkan mereka sulit melakukan mobilitas vertikal dan terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty). Masyarakat miskin tidak punya sumberdaya ekonomi (uang) atau dengan kata lain pendapatannya rendah. Pendapatan rendah menyebabkan tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, sehingga produktivitasnya pun rendah. Produktivitas rendah berdampak pada pendapatan yang rendah pula begitu juga seterusnya. Jadi, salah satu jalan pengentasan kemiskinan adalah dengan cara memutus mata rantai kemiskinan tersebut. Dan salah satu caranya adalah dengan membuka akses modal kepada masyarakat miskin sehingga mereka dapat meningkatkan pendapatan sekaligus mengakumulasi modalnya hingga semakin meningkat secara gradual, pada akhirnya kesejahteraan akan meningkat. Kesejahteraan yang meningkat akan meningkatkan pula tingkat pendidikan dan kesehatan dan seterusnya. BAB 2 ISI + GAMBAR Konsep lingkaran kemiskinan (vicious circle of proverty) ini pertama kali dikenalkan oleh Ragnar Nurkse dalam bukunya yang berjudul Problems Of Capital Formation In Underdeveloped Countries (1953). Lingkaran kemiskinan didefinisikan sebagai suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga menimbulkan suatu kondisi di mana sebuah Negara akan tetap miskin dan akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi. Menurut Nurkse, kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh tidak adanya pembangunan masa lalu, tetapi kemiskinan juga dapat menjadi faktor penghamabat dalam pembangunan di masa mendatang. Sehubungan dengan hal itu, lahirlah suatu ungkapan nurkse yang sangat terkenal yaitu “a country is poor because it is poor”. Pada hakikatnya konsep lingkaran kemiskinan menganggap bahwa : 1) ketidakmampuan untuk mengerahkan tabungan yang cukup, 2) kurangnya faktor pendorong untuk kegiatan penanaman modal, dan 3) tingkat pendidikan dan keahlian masyarakat yang relatif masih rendah , merupakan tiga faktor utama yang menghambat proses pembentukan modal dan pembangunan ekonomi di berbagai Negara yanga sedang berkembang. LINGKARAN SETAN KEMISKINAN DALAM PEREKONMIAN INDONESIA Pada awal pembangunan di Indonesia, beredar suatu teori yang sangat terkenal mula-mula dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi asal Swedia dan penerima hadiah nobel untuk ekonomi, Ragnar Nurkse. Teori itu disebut teori “Lingkaran Setan Kemiskinan”, terjemahan dari “Vicius Sircle of Poverty” yaitu konsep yang mengandaikan suatu konstellasi melingkar dari daya- daya yang cenderung beraksi dan beraksi satu sama lain secara sedemikian rupa sehingga menempatkan suatu negara miskin terus menerus dalam suasana kemiskinan. Teori itu menjelaskan sebab-sebab kemiskinan dinegara-negara sedang berkembang yang umunya baru merdeka dari penjajahan asing. Bertolak dari teori inilah, kemudian dikembangkan teori-teori ekonomi pembangunan, yaitu teori yang telah dikembangkan lebih dahulu di Eropa Barat yang menjadi cara pandang atau paradigma untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah ekonomi di negara-negara sedang berkembang, misalnya India atau Indonesia. Pada pkoknya teori itu mengatakan bahwa negara-negara sedang berkembang itu miskin dan tetap miskin, karena produktivitasnya rendah. Kerana rendah produktivitasnya, maka penghasilan seseoarang juga rendah yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya yang minim. Karena itulah mereka tidak bisa menabung. Padahal tabungan adalah sumber utama pembentukan modal masyarakat sehingga capitalnya tidak efisien (boros). Untuk bisa membangun, maka lingkaran setan itu harus diputus, yaitu pada titik lingkaran rendahnya produktivitas, sebagai sebab awal dan pokok. Caranya adalah dengan memberi modal kepada pelaku ekonomi. Modal tersebut berasal dari utang luar negeri. Dari sinilah maka pemerintah terjebak dari teori itu. Dengan alasan tidak memiliki modal rupiah atau devisa, maka pemerintah melakukan utang luar negeri. Dalam wacana selanjutnya berdasar pengalaman negara-negara sedang berkembang muncul teori mengkoreksinya. Menurut kami untuk memutus lingkaran setan kemiskinan dari sisi supply yaitu dengan meningkatkan produktifitas yang rendah tersebut sehingga penghasilan yang mereka dapat bisa meningkat , dengan meningkatnya penghasilan mereka maka sebagian dari penghasilan tersebut dapat mereka tabung, denagn menabung maka investasi akan meningkat dan modal akan menjadi efisien (tidak boros). Berawal dari pendapatan yang rendah sehingga berdampak kepada penawaran yang rendah, maka investasi menjadi menurun sehingga modal tidak efisien. Hal ini berdampak kepada produktifitas yang rendah. KAJIAN SEDERHANA TENTANG LINGKARAN KEMISKINAN Strategi penanggulangan kemiskinan yang dilakukan bangsa Indonesia selang pembangunan jangka panjang pertama, menunjukkan hasil menggembirakan. Secara kuantitatif penduduk yang berada di garis kemiskinan pada tahun 1970-an adalah sekitar 60% dari jumlah total penduduk. Sedangkan tahun 1990-an angka tersebut turun menjadi 15% dari jumlah total penduduk Namun, dibalik keberhasilan itu upaya penanggulangan kemiskinan dihadapkan dengan kompleksitas permasalahan. Terutama menyangkut karakteristik dan sifat-sifat kemiskinan itu sendiri. Seperti yang dikatakan YB Mangunwijaya, “Menangani kemiskinan di Indonesia tidak bisa dilihat secara teknis praktis. Karena, kemiskinan itu sendiri sama seperti permukaan laut yang begitu luas.” Pendapat tentang kemiskinan dari para ahli dan peneliti lain, di antaranya, dalam mengkaji masalah kemiskinan ada beberapa hal yang perlu diketahui menyangkut definisi kemiskinan, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang atau keluarga dengan kebutuhan dasar minimum. Artinya, seseorang dikatakan miskin apabila pendapatannya kurang dari atau tidak mencapai pendapatan guna memenuhi kebutuhan dasar minimum. Sedangkan kemiskinan relatif biasanya diperkirakan dengan memperhatikan golongan berpendapatan rendah dari satu pola pendapatan. (Baca: Duprihatin Guhardja – 1993, hal 53). Sementara itu, Mubiarto (1983) dalam “Hidayat Syarif” mengatakan, dari beberapa penelitian di pedesaan pada umumnya kemiskinan terjadi disebabkan karena adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi, persediaan lahan garapan yang sempit, dan kurangnya jumlah pangan yang tersedia. Seda (1980) dalam buku “Pengembangan Sumber Daya Keluarga” mengatakan, penyebab kemiskinan disebabkan tiga unsur, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi badaniah dan mental seseorang, kemiskinan karena adanya bencana alam, dan kemiskinan buatan. Seperti yang diketahui, kemiskinan yang diakibatkan oleh kondisi badaniah dan mental serta akibat bencana alam, memang harus diterima. Sedangkan kemiskinan buatan bukan berarti seseorang atau masyarakat itu secara sengaja membuat dirinya miskin, tapi lebih disebabkan oleh sikap mental dan struktur dalam masyarakat yang membuat dirinya menjadi miskin. Hartoyo (1993) mengatakan, selain hal-hal di atas, ada beberapa hal yang menjadi penyebab kemiskinan. Yaitu, kepincangan dalam pembagian pendapatan yang diakibatkan adanya pemilikan (asset) yang tidak merata, serta kesempatan kerja dan penyebaran distribusi pendapatan yang dipengaruhi oleh penyebaran teknologi. Juga, lembaga keuangan pedesaan dan penguasaan atas sumber-sumber produksi. Seperti digambarkan dalam diagram kemiskinan (circle of poverty) oleh Malasis (1975), maka strategi yang perlu dilakukan dalam menanggulangi kemiskinan adalah, penyadaran kritis bagi masyarakat bahwa persoalan kemiskinan adalah tanggung jawab bersama. Pengembangan kapasitas masyarakat dalam rangka mengembangkan sikap partisipatif dan kerelawanan. Memberikan kesempatan pada masyarakat untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan memecahkan masalah sendiri. Pengembangan kapasitas pemerintah daerah dalam melihat persoalan melalui proses city learning center dan proses pelayanan pada masyarakat. Persoalan kemiskinan secara gradual dapat tertanggulangi ketika semua komponen pembangunan (masyarakat, kelompok peduli, dan pemda) mempunyai komitmen dalam rangka menanggulangi persoalan kemiskinan. (Nixon J Gerung, SF Tim 14, Kota Tomohon, KMW V Sulut; nina) Sumber : Buku Pengembangan Sumber Daya Keluarga (1993) 1. Kemiskinan Di Indonesia Kemiskinan menurut Wikipedia bahasa Indonesia adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Masalah kemiskinan adalah masalah yang kompleks dan global. di Indonesia masalah kemiskinan seperti tak kunjung usai. masih banyak kita dapati para pengemis dan gelandangan berkeliaran tidak hanya di pedesaan bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta pun pemandangan seperti ini menjadi tontonan setiap hari. Kini di Indonesia jerat kemiskinan semakin parah. Jumlah kemiskinan di Indonesia pada Maret 2009 saja mencapai 32,53 juta atau 14,15 persen (www.bps.go.id). Kemiskinan bukan semata-mata persoalan ekonomi melainkan kemiskinan kultural dan struktural. Hari Susanto (2006) mengatakan umumnya instrumen yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat tersebut miskin atau tidak bisa dipantau dengan memakai ukuran peningkatan pendapatan atau tingkat konsumsi seseorang atau sekelompok orang. Padahal hakikat kemiskinan dapat dilihat dari berbagai faktor. Apakah itu sosial-budaya, ekonomi, politik, maupun hukum. Menurut Koerniatmanto Soetoprawiryo menyebut dalam Bahasa Latin ada istilah esse (to be) atau (martabat manusia) dan habere (to have) atau (harta atau kepemilikan). Oleh sebagian besar orang persoalan kemiskinan lebih dipahami dalam konteks habere. Orang miskin adalah orang yang tidak menguasai dan memiliki sesuatu. Urusan kemiskinan urusan bersifat ekonomis semata. Bila kita cermati kondisi masyarakat dewasa ini. Banyak dari mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Bahkan, hanya untuk mempertahankan hak-hak dasarnya serta bertahan hidup saja tidak mampu. Apalagi mengembangkan hidup yang terhormat dan bermartabat. Krisis ekonomi yang berkepanjangan menambah panjang deret persoalan yang membuat negeri ini semakin sulit keluar dari jeratan kemiskinan. Hal ini dapat kita buktikan dari tingginya tingkat putus sekolah dan buta huruf. Belum lagi tingkat pengangguran yang meningkat “signifikan.” Jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 di Indonesia sebanyak 12,7 juta orang. Ditambah lagi kasus gizi buruk yang tinggi, kelaparan/busung lapar, dan terakhir, masyarakat yang makan “Nasi Aking.” 2. Dampak Kemiskinan Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks, diantaranya : 1. Pengangguran. Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata. 2. Kekerasan. Kekerasan-kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu. 3. Pendidikan Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Karena untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan. Kondisi seperti ini membuat masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekola berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang. 4. Kesehatan Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin. 5. Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia Seperti telah disinggung di atas bahwa kemiskinan merupakan suatu masalah yang kompleks dan multidimensional yang tak terpisahkan dari pembangunan mekanisme ekonomi, sosial dan politik yang berlaku. Oleh karena itu setiap upaya pengentasan kemiskinan secara tuntas menuntut peninjauan sampai keakar masalah. Jadi, memang tak ada jalan pintas untuk mengentaskan masalah kemiskinan ini. Penanggulanganya tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa. Komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 yang disusun berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Disamping turut menandatangani Tujuan Pembangunan Milenium (atau Millennium Development Goals) untuk tahun 2015, dalam RPJM-nya pemerintah telah menyusun tujuan-tujuan pokok dalam pengentasan kemiskinan untuk tahun 2009, termasuk target ambisius untuk mengurangi angka kemiskinan dari 18,2 persen pada tahun 2002 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009. Dalam pelaksanaan program pengentasan nasib orang miskin, keberhasilannya bergantung pada langkah awal dari formulasi kebijakan, yaitu mengidentifikasikan siapa sebenarnya “si miskin” tersebut dan dimana ia berada. Kedua pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan melihat profil dari si miskin. Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia. Pertama, banyak rumah tangga yang berada disekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPP AS$1,55-per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia. Tiga cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi, layanan masyarakat dan pengeluaran pemerintah. Masing-masing cara tersebut menangani minimal satu dari tiga ciri utama kemiskinan di Indonesia, yaitu: kerentanan, sifat multi-dimensi dan keragaman antar daerah. 6. Membuat Pertumbuhan Ekonomi Bermanfaat bagi Rakyat Miskin. Pertumbuhan ekonomi telah dan akan tetap menjadi landasan bagi pengentasan kemiskinan. Pertama, langkah membuat pertumbuhan bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci bagi upaya untuk mengkaitkan masyarakat miskin dengan proses pertumbuhan baik dalam konteks pedesaan-perkotaan ataupun dalam berbagai pengelompokan berdasarkan daerah dan pulau. Hal ini sangat mendasar dalam menangani aspek perbedaan antar daerah. Kedua, dalam menangani ciri kerentanan kemiskinan yang berkaitan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apapun yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat akan dapat dengan cepat mengurangi angka kemiskinan serta kerentanan kemiskinan. Membuat pertumbuhan bermanfaat bagi masyarakat miskin memerlukan langkah untuk membawa mereka pada jalan yang efektif untuk keluar dari kemiskinan. Hal ini berarti memanfaatkan transformasi struktural yang sedang berlangsung di Indonesia yang ditandai oleh dua fenomena. Pertama, sedang terjadi pergeseran dari kegiatan yang berbasis pedesaan ke kegiatan yang berbasis perkotaan. Kedua, telah terjadi pergeseran yang menonjol dari kegiatan bertani (farm) ke kegiatan non-tani (non-farm). Transformasi ini menunjukan adanya dua jalan penting yang telah diambil oleh rumah tangga untuk keluar dari kemiskinan di Indonesia. a. Peningkatan produktivitas pertanian. b. Peningkatan produktivitas non-pertanian,baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. 7. Membuat Layanan Sosial Bermanfaat bagi Rakyat Miskin. Penyediaan layanan sosial bagi rakyat miskin baik oleh sektor pemerintah ataupun sektor swasta-adalah mutlak dalam penanganan kemiskinan di Indonesia. Pertama, hal itu merupakan kunci dalam menyikapi dimensi non-pendapatan kemiskinan di Indonesia. Indikator pembangunan manusia yang kurang baik, misalnya Angka Kematian Ibu yang tinggi, harus diatasi dengan memperbaiki kualitas layanan yang tersedia untuk masyarakat miskin. Hal ini lebih dari sekedar persoalan yang bekaitan dengan pengeluaran pemerintah, karena berkaitan dengan perbaikan sistem pertanggungjawaban, mekanisme penyediaan layanan, dan bahkan proses kepemerintahan. Kedua, ciri keragaman antar daerah kebanyakan dicerminkan oleh perbedaan dalam akses terhadap layanan, yang pada akhirnya mengakibatkan adanya perbedaan dalam pencapaian indikator pembangunan manusia di berbagai daerah. Dengan demikian, membuat layanan masyarakat bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci dalam menangani masalah kemiskinan dalam konteks keragaman antar daerah. Membuat layanan bermanfaat bagi masyarakat miskin memerlukan perbaikan sistem pertanggung jawaban kelembagaan dan memberikan insentif bagi perbaikan indikator pembangunan manusia. Saat ini, penyediaan layanan yang kurang baik merupakan inti persoalan rendahnya indikator pembangunan manusia, atau kemiskinan dalam dimensi non-pendapatan, seperti buruknya pelayanan kesehatan dan pendidikan. Bidang lain yang memerlukan perhatian adalah perbaikan akses bagi masyarakat miskin terhadap pelayanan untuk menekan kesenjangan antar daerah dalam hal indikator pembangunan manusia. Di bidang pendidikan, salah satu masalah kunci adalah tingginya angka putus sekolah di masyarakat miskin pada saat mereka melanjutkan pendidikan dari SD ke SMP. Dalam menyikapi aspek multidimensional kemiskinan, upaya-upaya hendaknya diarahkan pada perbaikan penyediaan layanan, khususnya perbaikan kualitas layanan itu sendiri. Upaya-upaya tersebut dapat di wujudkan dalam bentuk : a. Meningkatkan tingkat partisipasi sekolah menengah pertama b. Layanan kesehatan dasar yang lebih baik untuk masyarakat miskin maupun untuk penyedia layanan. c. Memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat miskin dalam mengakses air bersih dan sanitasi. d. Perjelas tanggungjawab fungsional dalam penyediaan layanan. e. Perbaiki penempatan dan manajemen PNS. f. Berikan insentif lebih besar untuk para penyedia layanan. 8. Membuat Pengeluaran Pemerintah Bermanfaat bagi Rakyat Miskin. Di samping pertumbuhan ekonomi dan layanan sosial, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi kemiskinan (baik dari segi pendapatan maupun non-pendapatan). Pertama, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Kedua, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan. Membuat pengeluaran bermanfaat bagi masyarakat miskin sangat menentukan saat ini, terutama mengingat adanya peluang dari sisi fiscal yang ada di Indonesia saat kini. Pengurangan subsidi BBM merupakan langkah besar ke arah pengeluaran publik pemerintah yang lebih berpihak pada masyarakat miskin. Sampai saat ini, pengeluaran pemerintah tidak selalu bisa secara efektif mengatasi kendala yang dihadapi masyarakat miskin untuk keluar dari kemiskinan. Ketika pemerintah memperoleh kelonggaran fiskal menyusul realokasi subsidi BBM yang regresif, penting untuk memastikan bahwa pengeluaran tersebut benar-benar berdampak positif bagi masyarakat miskin. Sekarang pemerintah mempunyai kesempatan untuk menangani masalah kerentanan tinggi masyarakat miskin di Indonesia dengan cara mengarahkan belanja pemerintah ke dalam sistem jaminan sosial yang mampu mengurangi kerentanan tersebut. Salah satu komponen penting dari realokasi pengeluaran pemerintah adalah memusatkan perhatian pada upaya peningkatan penghasilan masyarakat miskin. Pengeluaran pemerintah yang bisa berdampak langsung pada peningkatan penghasilan juga akan berdampak positif pada penanganan kemiskinan. HUBUNGAN ANTARA KESENJANGAN PENDAPATAN DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI Hubungan antara tingkat kesenjangan pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan Kuznet Hypothesis. Hipotesis tersebut berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatumasyarakat agraris pada tingkat awal). Pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga sampai pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu selanjutnya menurun. Indikasi yang diberikanoleh Kuznet di atas didasarkan pada riset dengan menggunakan data time series terhadap indikator kesenjangan negara Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat. Hipotesis Kuznet Hypothesis Pemikiran tentang mekanisme yangterjadi pada phenomena “Kuznet” bermula dari transfer yang berasal dari sektor tenaga Kerja dengan produktivitas rendah (dan tingkat kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor yang mempunyai produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan adanya kesenjangan antar sektor maka secara subtansial akan menaikan kesenjangan diantaratenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor (Ferreira,1999, 4). Versi dinamis dari Kuznet Hypothesis, menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhanekonomi dalam beberapa tahun (dasa warsa) memberikan indikasi naiknya tingkatkesenjangan pendapatan dengan memperhatikan initial level of income (Deininger &Squire, 1996a). Periode pertumbuhan ekonomi yang hampir merata sering berasosiasi dengan kenaikan kesenjangan pendapatan yang menurun. Reformasi ekonomi yang terjadi pada transisi pereAsia Tengah (ECA=Eastern Europe and Central Asia) memberikan kesimpulan nyata (empirical result) yang berbeda. Dengan memperhatikan sampel dari 64 perubahan dalam rata-rata pendapatan dan kesenjangan antara tahun 1984 dan 1994 Ravalion dan Chen (1997) menemukan hubungan yang signifikan dan berkorelasi negatif antarapertumbuhan ekonomi dengan perubahan Inequality Income Per-capita. Permasalahan ini dapat dijelaskan dengan memodifikasi model pertumbuhan seperti yang terlihat dalam model I pada persamaan. Hasil estimasi model regresi. Fakta yang di dapat mencerminkan conditional convergence karena kesenjangan pendapatan dan penguasaan asset mempunyai tanda negatif dan signifikan. Tanda koefisien positif pada human capital merupakan hal yang wajar terjadi, dan tidak bertentangan dengan studi literatur empiris yang ada saat ini. PERANAN INVESTASI DALAM MENGURANGI KESENJANGAN PENDAPATAN Model pertumbuhan ekonomi dapat dimodifikasi untuk melihat peranan investasi dalam mempengaruhi pertumbuhan agregat. Peranan investasi terlihat dari hubungannya yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan signifikan pada derajat α = 0.05. Nilai koefisien regresi yang didapat sebesar 0.402724, berarti jika investasi naiksebesar 1% maka pertumbuhan ekonomi akan ikut menaik sebesar 0.40%. Hal ini menunjukan bahwa investasi merupakan determinan dari pertumbuhan yang baik. Walaupun peranannya masih di bawah pembentukan sumber daya manusia. Dengan memasukan investasi dalam model terlihat bahwa nilai koefisien kesenjangan pendapatan adalah relatif sama (sekitar 0.26) dan masih bertanda negatif serta signifikan pada derajat α = 0.20. Hal ini menunjukan bahwa investasi perkapita yang dilakukan tidak membawa dampak perubahan pada kesenjangan pendapatan. Hasil ini agak berbeda dengan literatur yang ada (Figini, 1999 dan Deininger dan Olinto; 2000) yang menyatakan bahwa peranan investasi adalah positif dan signifikan dalam proses redistribusi pendapatan. Pertanyaan penting dari hasil ini yaitu bagaimanakah alokasi dari investasi yang terjadi? Apakah dialokasikan untuk peningkatan redistribusi pendapatan? Ataukah dialokasikan ke proyekproyek yang lain? Investasi yang dilakukan menurunkan kesenjangan kepemilikan tanah. Hal ini terlihat dari menurunnya nilai koefisien regresi sebesar 0.1432192412 atau sebesar 0.14%. Walaupun kecil tapi masih signifikan dalam proses redistribusi kepemilikan tanah. Hubungan antara kesenjangan kepemilikan tanah dengan pertumbuhan ekonomi masih negatif dan signifikan pada derajat α = 0.20. Berarti proses investasi yang dilakukan membantu program pemerintah untuk redistribusi penguasaan tanah.Model pertumbuhan yang memasukan investasi mengurangi pengaruh pembentukan human capital terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai koefisien regresi yang di dapat turun sebesar 0.435291349 atau 0,43%. Hubungan yang terjadi masih negative dan signifikan pada derajat α =0,05. Investasi yang berupa barang modal atau kapital yang lain meningkatkan effisiensi alokasi sumber daya ekonomi, sehingga peranan human capital menurun dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kesimpulan sementara yang dapat kita ambil adalah peningkatan investasi tidak berdampak menurunkan kesenjangan pendapatan dalam model pertumbuhan, tetapi memperbaiki redistribusi kepemilikan tanah. Pada sisi yang lain kenaikan investasi menyebabkan penurunan peranan dari human capital, hal ini disebabkan kenaikan investasi akan menyebabkan semakin baiknya efisiensi alokasi sumber daya ekonomi. PERAMALAN MODEL REGRES Salah satu tujuan pembentukan model regresi adalah untuk peramalan. peramalan adalah sebuah (atau sekumpulan)pendugaan kuantitatif tentang kemungkinan kejadian yang akan datang. HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan pendapatan per kapita dan tingkat kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal dari proses pembangunan, tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan pada saat mendekati tahap akhir dari pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Banyak faktor lain selain pertumbuhan pendapatan yang juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di suatu wilayah/Negara, seperti derajat pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi. Dalam persamaan tersebut, elastisitas dari ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan terhadap pertumbuhan pendapatan adalah suatu komponen kunci dari perbedaan antara efek bruto (ketimpangan konstan) dan efek neto (ada efek dari perubahan ketimpangan) dari pertumbuhan pendapatan terhadap kemiskinan. Apabila elastisitas neto dan bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan pendapatan dinyatakan masing-masing dengan g dan l, elastisitas dari ketimpangan terhadap pertumbuhan dengan b, dan elastisitas dari kemiskinan terhadap ketimpangannya. Untuk mendapatkan elastisitas bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan dan elastisitas dari kemiskinan terhadap ketimpangan (pertumbuhan sebagai variable yang dapat dikontrol), digunakan persamaan : Kemiskinan tidak hanya berkorelasi dengan pertumbuhan output agregat atau PDB atau PN, tetapi juga dengan pertumbuhan output di sektor-sektor ekonomi secara individu. Peningkatan 1% output di sektor pertanian mengurangi jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan sedikit di atas 1%, persentase pertumbuhan yang sama dari output di sektor industry dan di sektor jasa hanya mengakibatkan pengurangan kemiskinan antara 1/4% hingga 1/3%. Model yang digunakan untuk mengestimasi pengaruh dari pertumbuhan PDB terhadap tingkat kemiskinan pada prinsipnya sama seperti persamaan (4.3). Sedangkan untuk mengukur relasi antara kemiskinan dan pertumbuhan. . Elastisitas pertumbuhan PDB dari pendapatan per kapita dari kelompok miskin adalah 1%, yang artinya pertumbuhan rata-rata output sebesar 1% membuat 1% peningkatan pendapatan dari masyarakat miskin. Sedangkan hasil estimasi dari Timmer (1997) bahwa elastisitas tersebut hanya sekitar 8%, yang artinya kurang dari proporsional keuntungan bagi kelompok miskin dari pertumbuhan ekonomi. Perhitungan elastisitas kemiskinan yang umum digunakan di dalam literatur mengenai pembangunan ekonomi di NSB untuk mendapatkan variasi-variasi di dalam sensitivitas dari penurunan kemiskinan terhadap pertumbuhan. Elastisitas ini biasanya diinterpretasikan sebagai persentase perubahan kemiskinan untuk suatu kenaikan 1% dalam laju pertumbuhan ekonomi. Dalam teori, elastisitas-elastisitas kemiskinan member kesan suatu pola pertumbuhan yang lebih efektif dalam mengurangi kemiskinan karena kesenjangan yang berkurang dalam distribusi pendapatan dan tingkat-tingkat yang rendah dari kesenjangan awal. Studi-studi empiris lainnya yang juga membuktikan adanya suatu relasi negatif (trade-off) yang kuat antara laju pertumbuhan pendapatan dan tingkat kemiskinan adalah dari Deininger dan Squire (1995-1996). Studi mereka ini yang juga memakai data lintas Negara sangat menarik karena tidak menemukan suatu keterkaitan yang sistematis walaupun relasi antara pertumbuhan PDB dan pengurangan kemiskinan positif. Lainnya, misalnya hasil penelitian dari Ravallion dan Chen (1997) yang menggunakan data dari survei-survei pendapatan/pengeluaran konsumsi rumah tangga (RT) di 67 NSB dan Negara-negara transisi untuk periode 1981-1994 juga menunjukan bahwa penurunan kemiskinan hamper selalu berbarengan dengan peningkatan pendapatan rata-rata per kapita atau standar kehidupan, dan sebaliknya kemiskinan bertambah dengan kontraksi ekonomi. Hasil plot antara perubahan laju kemiskinan (dalam log) dengan rata-rata atau nilai tengah dari pengeluaran konsumsi atau pendapatan antarsurvei menunjukan suatu tren yang negatif. Sedangkan hasil studi empiris yang dilakukan oleh Mills dan Pernia (1993) dengan metode yang sama (analisis lintas Negara) menunjukan bahwa kemiskinan di suatu Negara akan semakin rendah jika laju pertumbuhan ekonominya pada tahun-tahun sebelumnya tinggi, dan semakin tinggi laju pertumbuhan PDB semakin cepat turunnya tingkat kemiskinan. Juga, studi yang dilakukan oleh Wodon (1999) dengan memakai data panel regional untuk kasus Bangladesh menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi mengurangi tingkat kemiskinan, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Jadi, dalam perdebatan akademis selama ini mengenai hubungan antara pertumbuhan dan penurunan kemiskinan, pertanyaan pokoknya adalah : apakah pertumbuhan ekonomi memihak kepada orang miskin? Dalam akhir 1990-an, term “pertumbuhan yang prokemiskinan” (sebut PPG) ini menjadi terkenal saat banyak ekonom mulai menganalisis paket-paket kebijakan yang dapat mencapai penurunan kemiskinan yang lebih cepat lewat pertumbuhan ekonomi dan perubahan distribusi pendapatan. PPG secara umum didefinisikan sebagai pertumbuhan ekonomi yang membuat penurunan kemiskinan yang signifikan. Dalam usaha memberikan relevansi analisis dan operasional terhadap konsep tersebut, di dalam literature muncul dua pendekatan. Pendekatan pertama memfokuskan pada keyakinan bahwa orang-orang miskin pasti mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi walaupun tidak proporsional. Artinya, pertumbuhan ekonomi memihak kepada orang miskin jika dibarengi dengan suatu pengurangan kesenjangan; atau dalam perkataan lain, pangsa pendapatan dari kelompok miskin meningkat bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi. Pendekatan ini disebut juga definisi relative dari PPG. Walaupun secara intuisi menarik, pendekatan atau definisi ini terbatas, terutama saat diterapkan di dalam suatu konteks operasional. Dalam definisi PPG ini, pertumbuhan bisa mengurangi kesenjangan. Namun, dengan memfokuskan terlalu berat pada kesenjangan, suatu paket kebijakan bisa mengakibatkan hasil-hasil yang suboptimal bagi kedua kelompok rumah tangga (RT): RT miskin dan RT nonmiskin; atau laju penurunan kemiskinan bisa lebih kecil (World Bank, 2005). Pendekatan kedua fokus pada percepatan laju pertumbuhan pendapatan dari kelompok miskin lewat pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan dengan memperbesar kesempatan-kesempatan bagi orang-orang miskin untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan, yang hasilnya memperbesar laju penurunan kemiskinan. Bukti empiris memberi kesan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah penggerak utama laju PPG, tetapi perubahan-perubahan dalam kesenjangan bisa memperbesar atau mengurangi laju tersebut. Jadi, mempercepat laju PPG mengharuskan tidak hanya pertumbuhan yang lebih pesat, tetapi juga upaya-upaya untuk memperbesar kemampuan-kemampuan dari orang-orang miskin untuk mendapatkan keuntungan dari kesempatan-kesempatan yang di ciptakan oleh pertumbuhan ekonomi. Dengan penekanan pada akselerasi laju pengurangan kemiskinan, pendekatan ini konsisten dengan komitmen masyarakat dunia terhadap tujuan pertama dari Mellinium Development Goals (MDG), yakni pengurangan setengah dari proporsi dari masyarakat di sunia yang hidup kurang dari 1 dilar AS per hari (disebut kemiskinan ekstrem) antara tahun 1990 dan tahun 2015. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi atau peningkatan output dan kemiskinan menghasilkan suatu dasar kerangka pemikiran, yakni efek trickle-down dari pertumbuhan ekonomi dalam bentuk peningkatan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran dan peningkatan upah/pendapatan dari kelompok miskin. Dengan asumsi bahwa ada mekanisme yang diperlukan untuk memfasilitasi trickle-down dari keuntungan dari pertumbuhan ekonomi kepada kelompok miskin, pertumbuhan ekonomi bisa menjadi suatu alat yang efektif bagi pengurangan kemiskinan. Sumber : Perekonomian Indonesia (Tulus Tambunan) BAB 3 PENUTUP 1. KESIMPULAN • Kemiskinan menurut Wikipedia bahasa Indonesia adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. • Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks, diantaranya : pengangguran, kekerasan, masalah pendidikan dan masalah kesehatan. • Komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 yang disusun berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). • Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia. Pertama, banyak rumah tangga yang berada disekitar garis kemiskinan nasional. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia. • Tiga cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi, layanan masyarakat dan pengeluaran pemerintah. • Memiliki banyak polemik dalam menuntaskan kemiskinan membuat Indonesia harus sesegera mungkin berbenah diri. Kemiskinan memang tidak mungkin dihilangkan, namun bukan tidak mungkin untuk mengurangi persentase kemiskinan. Negara yang ingin membangun perekonomiannya harus mampu meningkatkan standar hidup penduduk negaranya, yang diukur dengan kenaikan penghasilan riil per kapita. Indonesia sebagai negara berkembang memenuhi aspek standar kemiskinan diantaranya merupakan produsen barang primer, memiliki masalaha tekanan penduduk, kurang optimalnya sumberdaya alam yang diolah, produktivitas penduduk yang rendah karena keterbelakangan pendidikan, kurangnya modal pembanguan, dan orientasi ekspor barang primer karena ketidakmampuan dalam mengolah barang- barang tersebut menjadi lebih berguna. 2. SARAN • Masalah kemiskinan hendaknya menjadi prioritas agar tidak menimbulkan masalah-maslah lain. • Dalam hal pengentasan kemiskinan perlu diperhitungkan kebijakan-kebijakan apa yang cocok dengan profil kemiskinan yang sedang dihadapi. DAFTAR PUSAKA • Sr.Tulus T.H Tambunan, 2001, Perekonomian Indonesia dan temuan empiris, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarat. • www.bps.go.id • http://www.ekonomirakyat.org/index4.php • http://www.ekonomirakyat.org • www.p2kp.org/wartaarsipdetil.asp?mid=897&catid=2& • http://images.asetbangsa.multiply.multiplycontent.com/.../... • http://andist.wordpress.com/2008/03/21/pengertian-kemiskinan/ • http://elietaliestianisuganda.blogspot.com/2011/02/hubungan-antara-pertumbuhan-ekonomi-dan.html • http://aindua.wordpress.com/2011/03/15/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan/ • http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/viewFile/621/547

KELOMPOK 5:
1.EDY SUSANTO
2.MUHAMMAD PUTRA IRMANDA
3.INSAN KAMIL
4.ANGGA PRANA FAISAL

KELAS: 1EB22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar